Dalam Dua Musim



Dalam Dua Musim

(Sebuah Novel Mini)


Bab 1: Pertemuan di Musim Semi

Kabut masih menggantung rendah di kota kecil itu saat Livia berjalan masuk ke toko buku tua di sudut jalan. Ia tidak mencari apa-apa, hanya ingin melarikan diri sebentar ke dunia kata-kata.

Di salah satu rak, tangannya bersamaan dengan tangan lain meraih sebuah novel usang. Mereka saling menoleh — dan bertemu mata.

Pemuda itu tersenyum, memperkenalkan diri sebagai Arka.
Percakapan singkat mereka mengalir begitu alami, seolah-olah mereka sudah saling mengenal jauh sebelum hari itu.

Musim semi membawa mereka bersama. Dan dunia, untuk sementara, menjadi tempat yang penuh keajaiban.


Bab 2: Membangun Mimpi

Mereka jatuh cinta dengan sederhana.

Livia yang bermimpi tentang rumah kecil dan taman bunga. Arka yang berambisi menjelajah dunia, mengejar matahari di berbagai penjuru bumi.

Mereka berbeda, namun tidak bertentangan. Seperti dua nada dalam lagu yang sama.

Mereka merajut mimpi bersama: sebuah masa depan, sebuah "nanti" yang terasa begitu pasti.


Bab 3: Saat Musim Berganti

Suatu sore menjelang musim gugur, saat dedaunan mulai menguning, dunia mereka retak.

Livia jatuh pingsan. Pemeriksaan demi pemeriksaan membawa kabar buruk: penyakit langka yang menggerogoti harapannya.

Arka memutuskan untuk tinggal. Tidak ada petualangan, tidak ada dunia luas — hanya ada Livia, di sisinya, setiap hari.

Mereka memilih untuk tidak menghitung waktu, tetapi menghitung momen-momen kecil: senyum, pelukan, ciuman di dahi.


Bab 4: Bunga di Musim yang Salah

Pada malam yang sejuk, di bawah sinar bulan pucat, Arka membawa Livia ke taman kecil rumah sakit.

Bunga-bunga musim semi bermekaran di tengah musim gugur — sebuah keajaiban kecil yang Arka ciptakan untuknya.

Livia tersenyum, matanya berkaca-kaca. Ia tahu waktunya hampir habis, tapi malam itu, ia merasa abadi.

Dalam pelukan Arka, dengan detak jantungnya sebagai lagu pengantar, Livia menghembuskan napas terakhir, dengan damai.


Bab 5: Taman Kenangan

Arka tetap tinggal.

Ia membangun taman kecil seperti yang Livia impikan — penuh bunga sakura dan lili musim semi.

Setiap kelopak yang mekar membawa bisikan kenangan. Setiap tiupan angin mengingatkannya pada tawa Livia.

Cinta itu tidak mati. Ia hanya berubah bentuk: menjadi bunga, menjadi senyap, menjadi doa yang tak pernah selesai.


Bab 6: Pertemuan Kedua

Tahun-tahun berlalu. Pada suatu pagi di musim semi, Arka bertemu Aira.

Seorang perempuan dengan mata cerah dan hati yang juga pernah patah.

Pertemuan mereka tidak meledak seperti petir; ia muncul perlahan, seperti embun yang mengendap di pagi hari.

Aira tidak mencoba menggantikan Livia. Ia hanya menawarkan tangan untuk menggenggam masa depan bersama.

Dan Arka, untuk pertama kalinya, berani melangkah lagi.


Bab 7: Musim Baru

Arka dan Aira menikah dalam upacara kecil di taman bunga itu — taman kenangan dan harapan.

Mereka membangun keluarga kecil: dua anak, Naya dan Damar, yang tumbuh di bawah langit yang sama, bermain di antara bunga-bunga yang dulu ditanam untuk mengenang cinta lama.

Cinta Arka untuk Livia tidak pernah padam. Namun cintanya untuk Aira tumbuh berdampingan, seperti dua pohon yang akarnya saling bersilangan di bawah tanah.


Bab 8: Satu Lagi Musim untuk Livia

Suatu sore, mereka mengunjungi makam Livia.

Arka, Aira, dan anak-anak mereka berdiri di depan batu nisan sederhana.

"Aku bahagia sekarang," bisik Arka, menaruh bunga sakura di atas tanah.

Naya, dengan polosnya, ikut meletakkan setangkai bunga liar.
Aira, tanpa kata, memberikan senyumnya kepada perempuan yang tidak pernah ia kenal, namun turut membentuk kehidupan yang kini mereka jalani.

Matahari tenggelam di balik bukit, membungkus mereka dalam cahaya keemasan.

Cinta, mereka tahu, tidak pernah benar-benar berakhir. Ia hanya berganti musim.


TAMAT.


Cerita novel mini lain nya ..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta yang Tak Tersentuh

Di Balik Meja Rapat

Cinta di Waktu yang Salah