Rahasia di Balik Tirai Malam ( 21+ )
Rahasia di Balik Tirai Malam
Genre: Romance, Drama, Dewasa 21+
Setting: Kota metropolitan, apartemen mewah
Bab 1: Pertemuan di Tengah Malam
Lampu kota berkelip di kejauhan, menciptakan bayangan samar di ruang tamu apartemen lantai 23. Dina duduk di sofa, memegang gelas wine merah yang setengah kosong. Malam ini terasa sunyi, namun pikirannya terusik oleh perasaan yang sulit diungkap.
Dering pintu tiba-tiba memecah kesunyian.
Jantung Dina melonjak. Siapa yang berani datang ke apartemennya pada jam segini? Dia bangkit dan melangkah ke pintu dengan perlahan, membuka sedikit.
Seorang pria tinggi berdiri di depan pintu. Tatapannya tajam dan misterius.
"Aku salah alamat," suaranya rendah dan penuh pesona.
Dina terpaku, seolah ada sesuatu yang mengikatnya pada pria ini.
"Ken...kenal kamu?" tanya Dina dengan suara gemetar.
Pria itu tersenyum tipis, "Mungkin ini awal dari sesuatu yang tak pernah kau duga."
Jantung Dina berdegup kencang. Malam ini, hidupnya berubah selamanya.
Bab 2: Jejak Luka Lama
Suara pintu yang tertutup dengan pelan meninggalkan keheningan yang menyesakkan di ruang tamu apartemen Dina. Nafasnya terasa berat, matanya tidak lepas dari sosok pria itu yang kini berdiri di tengah ruangan, dengan tatapan tajam dan penuh misteri.
“Kau benar-benar salah alamat?” tanyanya pelan, hampir seperti bisikan, tapi suaranya membawa getaran ketegangan.
Pria itu mengangkat alisnya tipis dan tersenyum samar, lalu melangkah maju tanpa menunggu undangan. “Aku tidak salah alamat. Aku hanya mencari sesuatu yang hilang, dan aku rasa aku menemukannya di sini.”
Dina merasa seluruh tubuhnya membeku. Detak jantungnya bergemuruh begitu kencang seolah ingin meloloskan dirinya dari ruangan itu. Namun ada sesuatu yang menariknya, sesuatu yang sudah lama terkubur dalam ingatannya.
“Apa maksudmu?” Suaranya hampir bergetar, menyembunyikan kegelisahan di balik kata-kata itu.
Pria itu duduk di sofa dengan tenang, menatapnya seolah telah menunggu saat ini selama bertahun-tahun. “Dina... kau ingat malam itu? Saat kita berpisah?”
Dina menghela napas panjang, matanya menatap ke lantai. Malam itu... lima tahun yang lalu... kenangan yang ingin dia hapus dari ingatannya. Tapi ia tak pernah berhasil.
“Siapa sebenarnya kau?” suaranya terdengar lirih, penuh ketegangan.
“Aku adalah masa lalu yang kau coba lupakan,” jawab pria itu dengan suara serak, matanya menatap dalam ke arah Dina, penuh luka dan penyesalan.
Air mata mulai mengalir perlahan di pipi Dina, mengingat semua rasa sakit yang selama ini dia sembunyikan.
“Kenapa sekarang? Setelah semua yang terjadi, kau datang lagi ke hidupku?” tanyanya dengan suara bergetar.
Pria itu berdiri, melangkah mendekat, dan dengan lembut menghapus air mata Dina. “Aku tidak datang untuk menyakitimu. Aku datang untuk memperbaiki semuanya. Untuk menebus kesalahan yang dulu aku buat.”
Dina menatapnya dengan tatapan campur aduk antara ragu dan harapan. “Kalau memang benar, buktikan. Aku tidak mau terus hidup dengan bayang-bayang masa lalu yang menghantui.”
Pria itu mengangguk penuh pengertian. “Aku tidak akan pergi sebelum kau mendengarkanku. Aku ingin kau tahu segalanya, tanpa rahasia.”
Malam itu, di antara bisikan angin dan cahaya lampu kota yang temaram, kedua jiwa yang terluka itu mulai membuka pintu-pintu lama yang selama ini terkunci rapat. Dina tahu, malam ini adalah awal dari perjalanan panjang yang tak bisa ia hindari.
Bab 3: Rahasia Terpendam
Hujan mulai turun perlahan di luar jendela apartemen Dina, menciptakan irama sendu yang seolah menggambarkan suasana hati yang kacau. Dina duduk terpaku di sofa, menatap pria di hadapannya yang kini tampak jauh lebih rapuh dari kesan awal.
“Aku tahu kau butuh waktu,” ucap pria itu pelan, “Tapi aku harus jujur. Ada sesuatu yang selama ini aku simpan, sesuatu yang bisa mengubah segalanya.”
Dina menahan napasnya, jantungnya berdetak lebih cepat. “Apa itu?”
Pria itu menarik napas dalam, lalu mulai bercerita. “Lima tahun lalu, sebelum kita berpisah, aku terlibat dalam sesuatu yang berbahaya. Aku tidak bisa bilang banyak, tapi... aku menyadari aku membuat keputusan bodoh yang akhirnya membahayakanmu juga.”
“Kenapa kau tidak pernah bilang sebelumnya?” suara Dina mengandung kecewa dan marah yang tertahan.
“Aku takut. Aku takut kehilanganmu lebih dari kehilangan apapun,” jawabnya, suaranya nyaris patah.
Dina menunduk, mencoba meredam perasaan yang bercampur aduk. “Kau tahu betapa sulitnya aku menjalani hari-hariku tanpamu, tapi kau malah menyembunyikan sesuatu yang besar?”
“Maafkan aku,” katanya, “Tapi aku di sini sekarang, dan aku tidak akan biarkan rahasia itu menghancurkan kita lagi.”
Dina mengangkat wajahnya, menatap dalam matanya. “Kalau kau serius ingin memperbaiki semuanya, mulailah dengan kejujuran. Aku lelah hidup dalam kebohongan.”
Pria itu mengangguk, “Aku berjanji, tidak ada lagi rahasia. Tapi kau harus siap menghadapi kebenaran yang mungkin berat.”
Diam-diam, Dina merasakan sebuah harapan kecil tumbuh di dalam dirinya, meski rasa sakit masa lalu masih menghantui. Malam itu, di tengah derasnya hujan, mereka berdua tahu bahwa perjalanan mereka belum selesai—justru baru dimulai.
Bab 4: Gelap di Balik Senyum
Malam semakin larut, namun suasana di apartemen itu tak kunjung tenang. Dina dan pria yang kini mulai membuka diri, duduk berhadapan di ruang tamu, namun jarak di antara mereka terasa berat, dipenuhi ketegangan yang sulit dijelaskan.
“Aku ingin kau tahu sesuatu yang lain,” kata pria itu, suaranya lebih rendah, seolah takut kata-katanya bisa memecah segalanya.
Dina menatapnya, berusaha menyembunyikan ketakutannya sendiri. “Apa lagi?”
“Waktu itu, aku juga terlibat dengan seseorang—seseorang yang berbahaya. Dia bukan hanya membuatku terjebak dalam masalah, tapi juga membuat hidupku berubah.”
“Siapa dia?” tanya Dina, hatinya berdebar kencang.
Pria itu terdiam sejenak, lalu menghela napas berat. “Namanya Arga. Dia pemilik klub malam terbesar di kota ini, tapi dia juga sosok yang gelap, penuh rahasia dan tipu daya.”
Dina terkejut. “Apa hubungannya dengan kita?”
“Aku pernah berutang pada Arga. Utang yang membuat aku harus melakukan hal-hal yang aku benci, termasuk menjauh darimu. Aku takut kalau kau tahu semuanya, kau akan hancur,” jawab pria itu dengan suara penuh penyesalan.
Dina merasakan amarah dan kesedihan bercampur dalam dadanya. “Kenapa kau tidak pernah melindungiku dari dia? Kenapa harus membiarkan aku terluka sendiri?”
“Aku bodoh, Dina. Aku pikir aku bisa mengendalikan semuanya, tapi aku salah,” katanya lirih.
Keheningan menyelimuti ruangan sejenak, hanya suara hujan yang terdengar. Dina menunduk, air matanya mulai menetes. “Aku ingin percaya padamu, tapi bagaimana caranya kalau kau terus menyembunyikan kebenaran?”
Pria itu meraih tangan Dina dengan lembut. “Mulai sekarang, aku akan berjuang untuk kita. Aku akan menghadapi Arga dan semua masa lalu gelap ini. Tapi aku butuh kau di sisiku.”
Dina menatap tangan mereka yang bersatu, ada harapan sekaligus ketakutan yang berbaur. Malam itu bukan hanya tentang mengungkap rahasia, tapi juga tentang menghadapi gelap yang selama ini membayangi.
Bab 5: Tarik Ulur di Antara Dua Dunia
Sejak malam itu, suasana di apartemen Dina berubah. Ada kedekatan baru, tapi juga bayangan gelap yang terus menghantui setiap langkah mereka.
Pagi yang dingin menyusup lewat jendela, sinar matahari lembut menyentuh wajah Dina yang masih terjaga. Pria itu, yang kini lebih sering dia panggil Ario, duduk di kursi dekat meja makan, matanya tak lepas dari ponsel yang terus bergetar dengan pesan dari Arga.
Dina berdiri, menarik napas panjang. “Kau harus putuskan, Ario. Kau tidak bisa terus berada di antara dua dunia.”
Ario menatapnya, raut wajahnya penuh konflik. “Aku ingin lepas dari semuanya, Dina. Tapi Arga bukan musuh yang mudah untuk dihadapi.”
“Kalau kau benar-benar ingin memperbaiki semuanya, kau harus berani memilih. Aku bukan orang yang mau dijadikan pelarian,” suara Dina tajam tapi penuh harap.
Ario melangkah mendekat, mengambil tangan Dina dan menariknya ke pelukannya. “Aku tidak akan membiarkanmu pergi lagi.”
Sentuhan itu hangat, tapi ada ketegangan yang tak terucapkan. Mereka berdua tahu, perjuangan mereka baru saja dimulai. Antara cinta dan masa lalu yang kelam, mereka harus bertahan—atau hancur.
Bab 6: Bara di Antara Bayang-Bayang
Malam itu, hujan turun deras membasahi kota Arvella. Di dalam apartemen Dina, suasana terasa panas meski udara dingin menggigit dari luar.
Ario berdiri di dekat jendela, tatapannya kosong namun penuh gelora yang sulit ditahan. Dina menghampirinya, langkahnya pelan tapi penuh tekad.
“Kau tidak bisa terus menghindar, Ario,” bisiknya, suara lembut tapi sarat makna.
Ario berbalik, matanya langsung menyapu tubuh Dina dengan tatapan yang menggabungkan rindu dan amarah. “Aku takut, Dina. Takut kehilanganmu lagi, takut gagal melindungimu.”
Dina mendekat, tangan mereka bertemu, jari-jari saling menggenggam erat. “Kalau begitu, biarkan aku menjadi kekuatanmu, bukan kelemahanmu.”
Detik demi detik berlalu dengan keheningan yang intens. Lalu, tanpa kata, Ario menarik Dina ke pelukannya, bibir mereka bertemu dalam ciuman yang penuh gairah dan perasaan yang terpendam selama bertahun-tahun.
Sentuhan tangan Ario mengelus punggung Dina, menghangatkan tubuhnya yang mulai membara. Dina membalas dengan lembut, membiarkan diri hanyut dalam kehangatan itu.
Namun di balik kerinduan, bayangan Arga masih mengintai—sebuah ancaman yang mengintai di sudut gelap masa lalu.
Saat tubuh mereka bersatu, ada janji tak terucap: mereka akan melawan bersama, menghadapi segala kegelapan yang berusaha memisahkan mereka.
Bab 7: Titik Balik dan Pengkhianatan
Malam itu suasana di apartemen terasa berbeda. Ada ketegangan yang tak bisa Dina atau Ario abaikan. Setelah malam yang penuh gairah dan kehangatan, kini datang saatnya menghadapi kenyataan yang lebih pahit.
Ponsel Ario bergetar keras. Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal.
Dina menatap layar itu dengan rasa penasaran dan sedikit takut. Ario menatap Dina sejenak, lalu membuka pesan itu.
Kalimat singkat namun menghancurkan terpampang:
“Kau tidak tahu apa yang sebenarnya kau bawa ke hidupmu. Arga bukan satu-satunya yang bermain dalam kegelapan.”
Dina terpaku, jantungnya berdegup kencang.
“Apa maksudnya?” suara Dina bergetar.
Ario menunduk, wajahnya berubah serius. “Ada seseorang lain, Dina. Seseorang dari masa lalu yang selama ini aku coba sembunyikan. Dia bukan hanya musuh, tapi juga... seseorang yang pernah aku cintai.”
Dina merasakan dunia seakan runtuh. “Siapa dia?”
Ario menatapnya dalam-dalam. “Adara. Dia adalah saudara perempuan Arga. Dan... dia masih terlibat dalam permainan ini.”
“Jadi selama ini kau bukan hanya menghadapi Arga? Tapi juga keluarganya?” Dina mencoba mencerna fakta itu.
Ario mengangguk, “Ya. Dan dia tahu tentang kita. Dia ingin mengambil semuanya—termasukmu.”
Pintu apartemen diketuk keras. Ketegangan memuncak saat mereka berdua saling berpandangan, tahu bahwa malam ini, bukan hanya perasaan mereka yang diuji, tapi juga nyawa dan kepercayaan.
Bab 8: Perang Bayangan
Ketukan keras di pintu membuat jantung Dina dan Ario seolah berhenti berdetak. Keduanya saling berpandangan, mata mereka penuh waspada.
Ario melangkah pelan ke pintu, membuka sedikit, dan terlihat sosok perempuan berambut panjang yang wajahnya samar tertutup hoodie gelap.
“Adara,” bisik Ario dengan nada penuh amarah dan takut.
Perempuan itu tersenyum tipis, mata tajamnya menyapu ruangan. “Kau pikir aku akan membiarkanmu bahagia begitu saja?”
Dina merasakan darahnya berdesir kencang. “Apa yang kau inginkan dari kami?”
Adara melangkah masuk tanpa izin, mengabaikan keberatan mereka. “Segalanya. Ario, kau pikir kau bisa lari dari masa lalu? Arga dan aku, kami adalah satu kesatuan. Dan aku di sini untuk memastikan kau tak pernah bisa melepaskan diri.”
Ario mengeratkan tinjunya, suara rendah penuh tekad. “Aku tidak akan biarkan kau menghancurkan apa yang aku bangun bersama Dina.”
Adara tertawa dingin. “Kau tidak punya pilihan. Ini bukan soal cinta atau pengampunan. Ini tentang kekuasaan dan balas dendam.”
Dina melangkah maju, menggenggam tangan Ario. “Kalau begitu kita lawan bersama. Aku tidak takut pada bayang-bayang masa lalu.”
Ketegangan memuncak, udara di apartemen terasa seperti ladang ranjau yang siap meledak kapan saja.
Malam itu, sebuah perang baru dimulai—perang antara cinta yang ingin diselamatkan dan bayangan gelap yang ingin menghancurkan.
Bab 9: Pertaruhan Terakhir
Suara hujan semakin deras di luar apartemen, menambah kesan suram malam itu. Dina dan Ario berdiri berhadapan dengan Adara, yang kini telah membuka rahasia kelam yang mengancam mereka.
“Ini adalah kesempatan terakhir kalian,” Adara berkata dingin, matanya penuh ancaman. “Serahkan diri kalian, atau hancurkan semua yang kalian miliki.”
Ario melangkah maju, melindungi Dina dengan tubuhnya. “Kami tidak akan menyerah.”
Tiba-tiba, lampu di apartemen mati seketika, menyisakan kegelapan yang pekat. Dalam gelap, suara langkah kaki dan bisikan terdengar semakin dekat.
Dina meraih tangan Ario, napas mereka berdua memburu. “Kita harus keluar dari sini,” bisik Dina, suara bergetar tapi tegas.
Ario mengangguk, menarik Dina menuju pintu belakang. Tapi sebelum mereka sempat melangkah, bayangan muncul dari sudut ruangan — Arga.
“Sudah kuduga kau takkan menyerah begitu saja,” suara Arga menggelegar, membuat jantung Dina hampir berhenti.
Pertarungan pun pecah. Ario menghadapi Arga dengan amarah membara, sementara Dina berusaha mencari jalan keluar. Tangan mereka saling beradu dalam sebuah duel penuh emosi dan dendam lama.
Dalam satu momen yang menentukan, Ario berhasil melumpuhkan Arga dengan satu pukulan keras, tapi tidak tanpa luka yang ia terima.
Dina segera membantunya, mereka berdua tersudut, namun tidak kalah. Dengan keberanian dan cinta yang mereka miliki, mereka berhasil meloloskan diri melalui pintu darurat.
Di bawah hujan yang masih mengguyur, mereka berpelukan erat, tahu bahwa pertempuran ini hanya awal dari perjalanan panjang mereka.
Bab 10: Cahaya di Ujung Jalan
Matahari mulai menembus kabut pagi di kota Arvella, membawa harapan baru setelah malam yang penuh badai. Dina dan Ario duduk bersebelahan di sebuah taman kecil, tubuh mereka masih terasa lelah namun jiwa mereka mulai menemukan kedamaian.
Ario menggenggam tangan Dina erat, menatapnya dengan penuh cinta dan tekad.
“Kita sudah melewati semuanya bersama. Aku janji, tidak akan ada lagi rahasia yang memisahkan kita.”
Dina tersenyum lelah tapi tulus. “Aku percaya padamu, Ario. Kita mulai lembaran baru, dengan keberanian dan cinta.”
Beberapa hari kemudian, polisi menangkap Arga dan Adara berdasarkan bukti yang berhasil dikumpulkan Ario dan Dina. Keluarga gelap itu mulai runtuh, memberi mereka ruang untuk bernapas dan membangun kehidupan baru.
Di malam yang tenang, di apartemen yang kini terasa lebih hangat, Dina dan Ario duduk berdua. Lampu redup menerangi wajah mereka yang penuh harapan.
Ario membisikkan kata-kata terakhir, “Terima kasih sudah tetap di sisiku, melewati gelap dan cahaya. Aku mencintaimu.”
Dina membalas dengan senyum yang menyiratkan segala makna, “Aku juga mencintaimu, lebih dari yang pernah aku tahu.”
Cinta mereka bukan lagi sekadar pelarian atau permainan masa lalu, tapi sebuah janji kuat yang akan mereka jaga selamanya.
Epilog
Beberapa bulan kemudian, Dina dan Ario resmi memulai bisnis bersama — sebuah kafe kecil di pusat kota, simbol dari awal baru mereka. Setiap sudut kafe itu dipenuhi kenangan perjuangan dan cinta yang tak pernah padam.
Di hari pembukaan, mereka berdiri berdampingan, memandang masa depan dengan mata penuh harapan dan keberanian. Perjalanan mereka mungkin penuh luka, tapi cinta mereka telah menjadi cahaya yang menuntun mereka keluar dari kegelapan.
Komentar
Posting Komentar