Legacy of Zero
Legacy of Zero
Sinopsis
Arka, seorang mahasiswa biasa yang jenuh dengan hidupnya, tiba-tiba menerima undangan misterius ke dalam sebuah game VR bernama "Legacy of Zero". Game itu dikabarkan bukan hanya sekadar hiburan, tapi punya rahasia tersembunyi—siapa pun yang berhasil menamatkannya, akan mendapatkan kehidupan baru yang tak terbatas.
Namun, begitu masuk, Arka menyadari bahwa game ini bukan sekadar permainan. Semua rasa sakit, luka, bahkan kematian terasa nyata. Lebih mengerikan lagi, log out tidak bisa dilakukan.
Apakah Arka hanya pemain biasa? Atau dia adalah bagian dari rahasia besar yang disembunyikan oleh pencipta game itu?
Bab 1: Undangan
Arka menghela napas panjang, menatap layar laptopnya yang penuh dengan tugas kuliah. Seperti biasanya, hidupnya monoton: kuliah, tugas, tidur, ulang. Tidak ada yang spesial.
Saat itu, sebuah notifikasi aneh muncul di layar laptopnya—bukan email, bukan iklan, tapi sebuah pesan dengan simbol misterius:
"Selamat datang, Player Zero. Kamu terpilih untuk mencoba Legacy of Zero. Apakah kamu siap memulai?"
Arka mengernyit. Ia tidak pernah mendaftar game semacam ini. Tapi pesan itu seperti tahu sesuatu tentang dirinya.
Beberapa menit kemudian, sebuah paket tiba di depan pintunya—sebuah headset VR dengan desain futuristik berwarna hitam perak, tertera logo yang sama dengan pesan tadi.
Tanpa banyak pikir, rasa penasaran mengalahkan kewaspadaannya. Arka memakai headset itu, dan dalam sekejap…
Seluruh tubuhnya ditarik ke dalam kegelapan.
[Selamat datang di Legacy of Zero.]
[Karakter Anda sedang diproses...]
Arka mencoba melepas headset, tapi tangannya tembus cahaya. Ia benar-benar berada di dalam game.
Dan di saat bersamaan, suara sistem berbisik di telinganya:
[Anda bukan Player biasa. Anda adalah Zero.]
Bab 2: Dunia yang Hidup
Cahaya terang menyilaukan mata Arka ketika ia membuka pandangan.
Ia berdiri di sebuah dataran luas dengan langit biru yang tampak terlalu nyata. Rumput bergoyang diterpa angin, aroma tanah basah terasa di hidungnya.
[Selamat datang, Player Zero.]
[Anda tidak memiliki kelas dasar. Sistem akan menyesuaikan kemampuan Anda secara dinamis.]
“Tidak ada kelas…? Jadi aku bukan Warrior, Mage, atau Assassin?” Arka bergumam.
Di sekelilingnya, pemain lain muncul dengan cahaya yang sama, semua heboh melihat diri mereka sendiri. Bedanya, setiap pemain mendapat panel status standar—sementara panel Arka hanya menampilkan angka-angka kosong dengan tanda ???.
Seorang NPC wanita berjubah putih mendekat, wajahnya terlalu hidup untuk sekadar AI.
“Zero, kau akhirnya datang.”
Arka terkejut. NPC itu memanggil namanya langsung. Pemain lain bahkan tidak dilirik.
NPC itu melanjutkan dengan nada misterius:
“Game ini bukan sekadar permainan. Ini adalah ujian. Jika kau gagal, maka dunia ini akan runtuh… beserta duniamu yang asli.”
Sebelum sempat bertanya, sebuah serangan monster beastling menerjang desa awal. Para pemain panik, berusaha bertarung.
Arka spontan mengangkat tangannya—dan tanpa sadar, kemampuan menyalin skill muncul. Ia meniru gerakan seorang Warrior yang menebas monster, dan seketika, pedang cahaya terbentuk di tangannya.
[Skill "Sword Slash" berhasil disalin.]
Arka terdiam. “Jadi… kekuatanku adalah menyalin kemampuan pemain lain?”
Namun, sistem membisikkan sesuatu yang hanya dia yang dengar:
[Tidak hanya menyalin. Kamu bisa berkembang tanpa batas. Namun, setiap kekuatan ada harganya.]
Bab 3 – 20 (Ringkasan Perjalanan)
-
Bab 3-5: Arka mulai memahami kemampuannya, bertemu dengan party:
-
Lyra (Healer yang diam-diam NPC dengan kesadaran penuh)
-
Riven (Rogue ambisius, tapi lambat laun jadi sahabat)
-
Mira (Mage cerdas, selalu curiga pada Arka)
-
-
Bab 6-10: Arka menemukan bahwa setiap dungeon bukan hanya tantangan, tapi menyimpan potongan ingatan pencipta game. Ternyata game ini diciptakan oleh seorang jenius bernama Dr. Keiran, yang ingin menciptakan dunia “tak terbatas”.
-
Bab 11-15: Banyak pemain mulai terjebak—jika mati dalam game, mereka mati di dunia nyata. Rumor menyebar: hanya Zero yang bisa membuka jalan keluar. Arka jadi target—ada guild besar yang memburunya.
-
Bab 16-18: Pengkhianatan. Riven menjual posisi Arka ke guild besar karena ingin bertahan hidup. Pertarungan besar terjadi. Arka hampir kalah, tapi kemampuan “Unlimited Copy” bangkit, menyalin lusinan skill sekaligus, membuatnya diakui sebagai ancaman terbesar.
-
Bab 19: Arka menemukan fakta mengejutkan: ia bukan pemain acak. Ia adalah “uji coba rahasia” dari Dr. Keiran—otaknya pernah dihubungkan dengan prototipe game bertahun-tahun lalu, membuatnya punya status unik sebagai “Zero”.
-
Bab 20 (Climax): Final dungeon—“The Origin Tower”. Arka dan Lyra (ternyata AI inti game yang punya perasaan seperti manusia) melawan Overlord, representasi sisi gelap Dr. Keiran. Pertarungan bukan hanya fisik, tapi mental—Arka harus memilih:
-
Menjadi tuan baru dunia game, memimpin dengan kekuatan tanpa batas.
-
Atau menghancurkan sistem, membebaskan semua pemain meski berarti Lyra akan lenyap.
-
Bab 21 (Ending)
Arka menatap Lyra. Gadis itu tersenyum tipis, matanya berkaca-kaca.
“Jika kau bebaskan mereka… aku akan hilang. Tapi dunia nyata akan selamat.”
Arka menggenggam tangannya. “Kau lebih nyata dari siapa pun yang pernah kutemui. Tapi aku tak bisa egois.”
Dengan seluruh kekuatan, ia menusukkan pedang cahaya ke inti sistem. Dunia berguncang, cahaya putih menyelimuti segalanya.
[Legacy of Zero telah dihentikan.]
[Semua pemain akan dikembalikan.]
Arka merasa tubuhnya terangkat, perlahan kembali ke kesadarannya. Headset VR terlepas. Ia terbangun di kamarnya.
Namun, di layar laptopnya… sebuah pesan muncul.
“Terima kasih, Zero. Dunia ini berhutang padamu. Tapi, ingatlah… akhir bukan berarti selesai.”
Epilog
Beberapa minggu setelah kejadian itu, berita tentang Legacy of Zero memenuhi media. Ribuan pemain selamat, meski banyak juga yang tidak kembali. Game itu ditutup selamanya.
Arka kembali ke hidup normalnya, tapi ia berubah. Ia tak lagi merasa kosong.
Di dalam mimpinya, kadang ia melihat Lyra—tersenyum dari kejauhan.
Dan suatu malam, pesan misterius kembali muncul di laptopnya:
“Season 2: Legacy Reborn. Apakah kamu siap, Zero?”
Arka hanya tersenyum.
“Kalau ini takdirku… aku akan hadapi.”
—Tamat (Season 1)
Komentar
Posting Komentar